Saturday 6 February 2016

Untukmu, Yang Sempat Hadir


Apa kabar? Sudah lama kita tak jumpa. Jangankan berjumpa, saling sapa pun sudah tidak. Aku maklumi itu semua. aku menghargai kehidupanmu, dan kau? Entahlah masih peduli dengan hidupku atau tidak.

Mungkin kau akan bertanya, kenapa aku menulis ini semua? Jika kau mengira, karena aku ingin mencuri perhatianmu tentu tidak. Untuk apa. Lalu jika kau mengira, aku ingin mendramatisir keadaan itupun tidak. Sama sekali tidak. Aku menulis semua ini hanya karena rindu.

Tak pernahkah kau merasakannya juga? Aku harap kau sempat merindukanku walau hanya semalam. Setidaknya kau mengingat bagaimana aku tertawa lalu menangis. Setidaknya kau mengingat bagaimana ketika aku mengelus lembut rambutmu. Setidaknya kau mengingat bagaimana susahnya berusaha dan mudahnya menyerah.

Cinta kita hanyalah cinta monyet. Cinta yang tumbuh dibawah atap sekolah. Cinta yang terus tumbuh hanya karena memandang dari jauh. Cinta yang terus tumbuh ketika kita bertukar sapa dan senyum. Cinta yang terus tumbuh karena pipiku merona setiap kali mendengar namamu. Manis. Aku masih bisa merasakannya walaupun hanya sedikit mengingatnya.

Aku masih ingat betapa lucunya saat pertama kali aku melihatmu. Kita terlihat canggung. Lalu saling tersenyum sesudahnya. Aku juga masih ingat betapa indahnya hujan kala itu. Kau terus melajukan motor dengan cepat agar aku tidak lama terkena hujan. Aku hanya bisa bersembunyi sambil mengeratkan pelukan dibalik punggungmu. Kau tidak tahu, seberapa banyak aku tersenyum saat itu.

Aku tidak peduli, apakah aku cinta pertamamu atau bukan. Aku menyimpan memori dalam hidupmu atau tidak. Yang aku tahu aku merasakannya. Cukup aku.
Kau juga bukan kekasih pertama atau kedua. Tapi percayalah, kau membuatku mengenal banyak hal untuk pertama kalinya.
Kau membuat aku belajar untuk pertama kalinya.
Kau orang pertama yang membuatku merasa berharga dan merasa dihargai.
Kau membuat aku merasa bahwa aku adalah seseorang yang patut diperjuangkan. Bukan orang yang selalu menunggu, menanti bahkan meminta.

Untukmu, yang sempat hadir.

Maaf aku sempat membuatmu muak dengan sikapku yang kekanak-kanakan. Yang sering mengeluh, yang sering berdrama dengan segala masalah. Kau selalu mengingatkanku. Dan lagi, aku terlambat menyadarinya. Aku tau aku salah, tapi siapa yang peduli saat itu. Yang aku tau hanya, cinta itu menyakitkan ketika kamu pergi. Itu saja.

Bodoh? Iya, sangat bodoh.
Kadang aku pun hanya tertawa bila mengingatnya. Perjalanan kita amat sangat lucu ternyata.
Aku ingat, kita memulai dengan cara yang salah. Entah aku, atau kamu. Tapi aku tak ingin menyalahkan siapapun, karena untuk masalah perasaan semua orang akan merasa benar.
Meskipun penuh kebohongan dan ketidakpedulian. Cukup aku saja yang tau maksud semuanya.

Perjalanan memang kadang membuat aku terbang lalu jatuh. Dan terimakasih, kamu telah menjadi perjalananku. Hidup kadang terasa manis seperti gulali yang aku beli di taman hiburan, tapi ada masanya terasa pahit sama seperti aku yang tidak sengaja menyesap ampas kopi. Dan kamu telah menjadi keduanya disaat yang bersamaan.

Sekali lagi, terimakasih. Untuk pernah hadir lalu pergi, dan untuk sempat memulai lalu mengakhiri.

Untukmu, yang sempat hadir.

Aku tadi bilang bahwa aku merindukanmu, tapi setelah aku menulis ini semua aku tak lagi merasakannya. Aku sedang tersenyum, percayalah. Aku bahagia. Tak perlu aku yang merindukanmu lagi. Tugasku sudah cukup. Tugasku kini pergi lalu menghilang. Untuk tak saling mengenal akan lebih baik, mungkin? Hahahaha aku hanya bercanda. Aku tidak kekanak-kanakan lagi. Aku hanya berharap aku dan kamu baik-baik saja. Kita bahagia bersama, di jalan yang berbeda.

Aku tak ingin kenangan tentangmu dihapuskan, aku hanya ingin mengingatnya tanpa rasa sakit.

Dan harapan terakhirku adalah suatu saat aku dapat bertemu denganmu, dengan senyuman. Tak ada lagi kecanggungan. Lalu berbincang.
Entah mengapa aku selalu yakin, perpisahan kita hanya sementara. Kita hanya sedang berkelana untuk perjumpaan kembali...

No comments:

Post a Comment